PRESIASI
NOVEL
Disusun
Oleh :
Nama :
Muhlis Faroqi
Kelas : X.1
No.Absen : 24
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum
Wr. Wb.
Setelah melewati perjalanan
yang sangat panjang dengan berbagai rintangan yang ada di mana terkadang
terbesit kelelahan, keputusasaan, dan kepasrahan serta pertanyaan ”Kapankah
perjalanan ini akan berakhir?”, terucap sebaris kata syukur yang sangat dalam
atas Kehadirat Allah SWT. Atas ijinNya, petunjukNya, dan perlindunganNya yang
telah memberi kedamaian dan menjadi pembangkit tenaga, semangat serta pemacu
langkah sehingga makalah yang berjudul “Sang Pemimpi” dapat penulis selesaikan.
Penyusunan makalah ini bukanlah
suatu hal yang mudah untuk penulis selesaikan sendiri, namun berkat adanya bantuan
dan dukungan dari berbagai pihak yang langsung maupun tidak langsung telah
menciptakan kekuatan sendiri bagi penulis sehingga berakhirlah satu bagian
kecil dari proses panjang dalam perjalanan hidup yang harus penulis lalui.
Untuk itu dengan segala kerendahan hati penulis ucapkan terimakasih yang
sebesar-besarnya kepada:
1.
Dra. Hj.Nur Hidayati, yang telah memberi kesempatan dan
peluang bagi penulis untuk menyusun makalah dan menuntut ilmu di sekolah ini.
2.
Suwinarto,S.Pd, yang telah, yang telah banyak membantu
penulis selama mengikuti pendidikan.
3.
Drs. Herman Widriatmoko, yang telah banyak membantu
penulis selama mengikuti pendidikan.
4.
Teman-teman angkatan 2010/2011, yang tanpa disadari telah
memberikan motivasi yang sangat besar kepada penulis untuk menyelesaikan tugas
ini.
5.
Semua pihak yang telah membantu yang tidak dapat penulis
sebutkan satu persatu.
6.
Terakhir, untuk rasa malas, kekesalan, kejenuhan,
kepenatan, dan kelegaan dalam pembuatan karya ini. Dan untuk semua kenangan
hidupku mulai dari kecil hingga sekarang, yang telah memberikan banyak sekali
pengalaman hidup dan mengajarkan kedewasaan.
Semoga Allah SWT
memberikan balasan atas apa yang telah diberikan kepada penulis dalam
menyelesaikan karya ini. Amin.
Akhirnya penulis
menyadari bahwa karya ini masih sangat jauh dari sempurna, namun demikian
penulis berharap karya sederhana ini dapat bermanfaat bagi siapa saja yang
membutuhkannya.
Wassalamu’alaikum
Wr. Wb.
Kebumen,
April 2011
Penulis
BAB 2
APRESIASI
NOVEL
Sebagaimana
ketika kita memasuki bulan Syawal setelah Ramadhan, hampir semua orang menyatakan
“memasuki bulan kemenangan “.Memang benar diakui bahwa Syawal adalah bulan
kemenangan, tetapi tidak semua orang yang memasuki bulan Syawal berarti
otomatis menjadi pemenang.karena kemenangan adalah sesuatu yang harus
diperjuangkan tidak datang dengan tiba –
tiba.
Terkadang
perasaan menyatakan jika telah memasuki bulan kemenangan seolah ikut menjadi
pemenang. Padahal bisa saja orang memasuki bulan kemenangan tetapi dia menjadi
pecundang. Persis dengan Negara di Indonesia , Negara yang kaya raya sering di
gambarkan orang jawa dengan “ Gemah ripah loh jinawi tata titi tentrem karta
raharja apa kang sarwa tinandur dumadi.”. Atau diktakan dengan “ Bukan lautan
hanya kolam susu tongkat kayu dan batu bisa menjadi tanaman.”. Sayang sekali
jika hal itu meninak bobokan penduduknya, sehingga menjadi generasi yang merasa
kaya karena tinggal di Negara kaya. Kekayaan itu seharusnya diperjuangkan bukan langsung diterima begitu saja dengan abra kadabra sim salabim.
Atau dengan menyatakan sesame buka pintu
(kekayaan ) .Oleh karena itu alangkah indahnya jika masing – masinng berusaha
berjuang dan memperjuangkan kemenangan itu. Agar seperti orang jawa katakan’
Ngalahake tanpa ngasorake” ( menjadi
pemenang tanpa menghinakan ).
Seperti halnya
Sosok Arai Ikal dan Jimbron dalam novel sang pemimpi tersebut.
merekalah si pemimpi itu, walau bagai punguk merindukan
bulan, mereka tak peduli, mereka memiliki tekad baja untuk mewujudkan mimpi
mereka, hidup di daerah terpencil, kepahitan hidup, kemiskinan, bukanlah
pantangan bagi mereka untuk bermimpi. Mereka tak menyerah pada nasib dan
keadaan mereka, bagi mereka mimpi adalah energi bagi kehidupan mereka masa kini
untuk melangkah menuju masa depan yang mereka cita-citakan.
Adalah keinginan setiap orang untuk bisa
maju dan menjadi seseorang yang diakui keberadaanya. Banyak orang yang memang
sudah memiliki bakat, tetapi akhirnya tidak berkembang. Faktor penghalang yang
terbesar adalah keyakinan citra buruk terhadap diri sendiri. Bila kita benar –
benar ingin berubah yakinlah akan ada kesempatan untuk itu . Jangan pernah
menyerah pada nasib, beranggapan bahwa apa yang terjadi itu memang sudah
semstinya. Bukankah Allah SWT juga berfirman dalam kitabnya “ Allah tidak akan merubah nasib suatu kaum ,
kecuali kaum itu berusaha mengubahnya sendiri.”( Q.S Ar- Ra’du : 11). Jangan lupa
bersyukur karena dengan bersyukur aura positif
akan terpancar. Dan dengan bersyukur pintu nikmat Allah yang lebih besar akan
terbuka. (Q.S Ibrohim : 7). Berbuatlah sedikit lebih banyak dari apa yang
seharusnya demi mewujudkan rasa syukur kta. Kita harus yakin bahwa kendali
hidup ada pada diri kita sendiri. Banyak orang menjadi tertekan jiwanya karena mereka yakin bahwa mereka tidak mampu
menghadapi masalah, padahal sesungguhnya kita memiliki kekuatan yang luar biasa
untuk mengatasi setiap kesulitan. Alloh telah menyatakan dalam Al Quran bahwa beban
yang diberikan telah disesuaikan dengan kekuatan kita masing – masing.
Wahai generasi muda Indonesia yang mempunyai cita- cita
dan impian yang besar, Menjadi manusia yang sukses dalam segala hal. Sukses menjadi pribadi yang sholeh sampai
akhir khayat. Sukses membina keluarga yang sakinah mawadah warohmah. Sukses
dalam karir dan bisnis. Sukses menjadi manusia yang bermanfaat bagi orang
banyak. Dan sukses yang sesungguhnya yaitu selamat dari siksa neraka dan
mendapat rahmat dari Allah SWT dimasukan ke dalam surga.
Itu semua adalah impian dan cita – cita yang besar. Semakin
besar impian pasti semakin sulit menggapainya.Dan pasti akan menghadapi
tantangan dan masalah yang besar.Tapi kita lebih suka menjadi orang yang tidak
suka perubahan .Kita malas mengasah
kemampuan diri kita. Manusia adalah makhluk yang kompleks, banyak hal yang
harus diasah untuk mencapai impiannya.
Mengasah kemampuan fisik
kita dengan berolah raga
Mengasah berfikir dengan
banyak membaca dan belajar
Mengasah ruhani kita
dengan banyak membaca Al Quran, hadir dalam majlis ta’lim dan beribadah
Mengasah jiwa kita dengan
memberikan cinta dan kasih sayang kepada oramg lain
Mengasah kemampuan skill
dengan berlatih dan beraktivitas
Mengasah kemampuan
berbisnis dengan belajar kepada orang sukses
Mengasah kepemimpinan kita
dengan memimpin diri sendiri dan
keteladanan
Mengasah kesadaran kita
dengan banyak merenung dan bermusahabah
Mengasah semangat kita
dengan berkumpul bersama orang – orang positif
Denan kita selalu mengasah hal tersebut diatas, dan
memparjuangkanya pastilah cita – cita dan impian akan tercapai selama Allah
berkehendak. Sesuai firmanya:
Sesungguhnya Allah SWT
tidak akan mengubah keadaan suatu kaum sehingga mereka mengubahnya sendiri.
BAB 1
RANGKUMAN
Jauh di pedalaman pulau Belitong, tiga orang anak di sebuah kampung
Melayu bermimpi untuk melanjutkan sekolah mereka hingga ke Perancis, menjelahi
Eropa, bahkan sampai ke Afrika.! Ikal, Arai, dan Jimbron, merekalah si pemimpi
itu, walau bagai punguk merindukan bulan, mereka tak peduli, mereka memiliki
tekad baja untuk mewujudkan mimpi mereka, hidup di daerah terpencil, kepahitan
hidup, kemiskinan, bukanlah pantangan bagi mereka untuk bermimpi. Mereka tak
menyerah pada nasib dan keadaan mereka, bagi mereka mimpi adalah energi bagi
kehidupan mereka masa kini untuk melangkah menuju masa depan yang mereka
cita-citakan.
Novel kedua Andrea Hirata “Sang Pemimpi” ini bertutur bagaimana ketiga anak kampung Melayu di kawasan PN Timah Belitong menjalani hari-hari mereka bersama mimpi-mimpinya. Karena masih merupakan kelanjutan dari novel pertamanya Laskar Pelangi, Sang Pemimpi pun masih bertutur mengenai memoar kehidupan Ikal, dalam menapaki kehidupannya. Jika dalam Laskar Pelangi tokoh Ikal yang ketika SD hingga SMP ditemani oleh kesepuluh teman-temannya yang dinamai Laskar Pelangi, kini Ikal yang telah bersekolah di SMA ditemani oleh dua orang temannya Arai dan Jimbron.
Arai sebenarnya masih memiliki hubungan darah dengan Ikal, kedua orang tuanya meninggal dunia ketika ia masih kecil. Arai tak memiliki saudara kandung sehingga setelah kematian kedua orang tuanya Arai diasuh oleh kedua orang tua Ikal di kampungnya sehingga bagi Ikal, Arai adalah saudara sekaligus sahabat terbaik baginya, Arai memiliki pribadi yang terbuka dan cerdas. Sedangkan Jimbron adalah sosok rapuh, ia tak secerdas Ikal dan Arai, ia gagap dalam berbicara semenjak kematian ayahnya. Jimbron sangat terobsesi oleh kuda, padahal di kampungnya tak ada seekorpun kuda bisa ditemui, nantinya kisah Jimbron dan obsesinya ini menjadi bagian yang menarik dan lucu pada buku ini
Ikal, Arai dan Jimbron memiliki rasa kesetiakawanan yang tinggi, mereka bahu membahu mewujudkan mimpi mereka, saat itu PN Timah Belitong sedang dalam keadaan terancam kolaps, gelombang PHK besar-besaran membuat banyak anak-anak tidak bisa meneruskan sekolah mereka karena orang tuanya tak sanggup membiayai. Mereka yang masih ingin bersekolah harus bekerja. Demikian juga dengan ketiga pemimpi, begitu tamat SMP mereka ingin tetap melanjutkan sekolah mereka, karena di kampung mereka tak ada SMA, mereka harus merantau ke Magai, 30 kilometer jaraknya dari kampung mereka. Untuk itu mereka tinggal bersama-sama dalam sebuah los kontrakan, sedangkan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-harinya mereka bekerja mulai dari penyelam di padang golf, office boy di sebuah kantor pemerintah hingga akhirnya bekerja sebagai kuli ngambat, yang bertugas menunggu perahu nelayan tambat dan memikul tangkapan para nelayan itu ke pasar ikan. Menurut hirarki pekerjaan di Magai, kuli tambat adalah pekerjaan yang paling kasar yang hanya akan digeluti oleh mereka yang tekad ingin sekolahnya sekeras tembaga atau mereka yang benar-benar putus asa karena tidak memiliki pekerjaan lain. Hal ini membuktikan bahwa ketiga pemimpi ini memiliki hati yang sekeras tembaga untuk bisa bersekolah untuk mewujudkan mimpi mereka.
Kisah memoar kehidupan Ikal dan kedua sahabatnya dalam mewujudkan impian inilah yang tersaji dalam novel ini. Semua kisahnya tersaji dalam 18 bab yang tidak terlalu panjang, masing-masing memiliki kisahnya sendiri, namun ada juga beberapa bab yang sambung menyambung. Beberapa bab menyuguhkan cerita-cerita yang bersahaja seperti pada bab Baju Safari Ayahku yang mengisahkan bagaimana ayah Ikal yang tak banyak bicara namun begitu mencintai dirinya, hal ini terbukti ketika ayahnya harus mengayuh sepeda sejauh 30 km untuk mengambil rapor ikal dan Arai. Ketika hari yang ditentukan tiba ayah Ikal bahkan harus bangun pagi-pagi sekali untuk mempersiapkan dirinya, dikenakannya satu-satunya pakaian Safari empat saku kesayangannya yang telah disetrika dengan rapih, baginya hari itu adalah hari yang terpenting bagi hidupnya. Kesungguhan hati sang ayah dalam mengambil rapor Ikal dan Arai tak berbuah sia-sia karena mereka masing-masing menduduki rangking ketiga dan kelima. Kisah yang tersaji dalam bab ini sangatlah indah, secara piawai Andrea meramu kalimat-kalimatnya dengan indah sehingga pembaca akan merasakan bagaimana bangganya Ikal memiliki ayah yang begitu mencintainya.
Masih ada beberapa kisah lagi yang menggugah, namun ada juga beberapa kisah lucu yang membuat pembacanya tersenyum dan tertawa terbahak-bahak ketika membaca pengalaman-pengalaman lucu mereka, misalnya pada Bab Bioskop yang menceritakan kisah kenakalan Ikal dan kawan-kawannya ketika secara sembunyi-sembunyi masuk kedalaam gedung bioskop untuk menonton film-film murahan yang mengumbah syahwat. Tentu saja ini petualangan yang berbahaya karena menonton bioskop merupakan salah satu larangan paling keras dari Pak Mustar, guru mereka. Kisah yang lucu dan seru ini bersambung ke 2 bab berikutnya yaitu Action dan Spiderman. Khusus di Bab Spiderman pembaca akan dibuat tertawa karena obsesi Jimbron terhadap kuda melahirkan sebuah kisah yang lucu dengan ending yang membuat pembaca tertawakterbahak-bahak.
Selain itu, disela-sela kisah-kisah ketiga pemimpi yang terdapat dalam buku ini, pembaca juga akan disuguhi potret landskap pulau Belitong lengkap dengan kondisi sosialnya, salah satunya yaitu dengan mengungkap anak-anak melayu yang harus bekerja mendulang tembaga, mencari bongkah kaursa, topas dan gelena yang sesungguhnya adalah milik penduduk kampung Melayu namun semuanya itu harus mereka muat sendiri ke atas tongkang untuk menggendutkan perut para cukong di Jakarta. Selain itu Andrea pun dengan jiwa yang besar melakukan otokritik terhadap kaumnya, suku Melayu. Diwakili oleh tokoh pengusaha kaya di kampungnya Capo Lam Pet Nyo, Andrea mengkritik habis perilaku suku melayu yang ditulisnya sebagai orang yang manja karena bergantung pada keberadaan PN Timah, banyak teori, sok pintar walau baru sedikit ilmunya, sombong walau hanya memiliki sedikit harta, dll. Otokritiknya ini ditutup dengan kalimat lugas yang keluar dari mulut Capo Lam Pet Nyo “Kalau timah tak laku, kalian orang Melayu mati…”
Masih banyak peristiwa-peristiwa yang menarik yang dialami oleh Ikal dan kedua kawannya. Kesemua peristiwa yang mereka alami tak ubahnya seperti potongan-potongan mozaik, walau awalnya seperti terserak seakan berdiri sendiri, namun jika disatukan akan akan membentuk sebuah pemandangan yang indah yang dalam konteks buku ini akan menuju suatu bentuk wujud dari impian besar mereka. Sayang, ketika potongan mozaik yang menceritakan ketika Ikal telah memasuki bangku kuliah tidak tereskplorasi dengan baik., kalimat “Tak terasa aku telah menyelesaikan kuliahku” (hlm 250) seolah memberi alasan bagi Andrea untuk beralih ke kisah selanjutnya, atau mungkin mozaik ini akan muncul di buku berikutnya ? Semoga saja demikian. Buku ini diakhiri dengan kisah Ikal dan Arai kembali ke kampungnya sambil menanti keputusan dari kampus mereka apakah mereka diijinkan untuk melanjutkan riset ke luar negeri atau tidak. Berhasilkah Ikal, Arai dan Jimbron mewujudkan mimpi mereka untuk menjejakkan kaki mereka hingga ke Sorbrone – Perancis ? Jawabannya akan pembaca temui dalam bab-bab terakhir di buku ini.
Walau memiliki banyak hal yang menarik dalam buku ini, ada sedikit kejanggalan yang mungkin akan dirasakan oleh pembaca. Pada cover depan buku ini tertulis bahwa Sang Pemimpi adalah “Buku Kedua dari Tetralogi Laskar Pelangi” bukan tak mungkin pembaca Laskar Pelangi akan menyangka bahwa buku kedua Andrea ini masih menceritakan kehidupan tokoh Ikal bersama pasukan Laskar Pelanginya, sayangnya anggota Laskar Pelangi yang begitu kompak dan menemani masa-masa indah ikal sewaktu SD hingga SMP tak terceritakan lagi dalam Sang Pemimpi, dari 18 bab, hanya sekali Laskar Pelangi disinggung, itupun hanya sekilas saja, apakah memang dari kesepuluh anggota laskar pelangi tak ada satupun yang melanjutkan ke SMA Bukan Main di Magai ? Selain itu tokoh Arai yang dalam Sang Pemimpi diceritakan telah tinggal bersama Ikal sama sekali tak dimunculkan dalam Laskar Pelangi, padahal dalam novel ini dikisahkan bahwa Ikal dan Arai telah tinggal serumah layaknya kakak dan adik semenjak mereka kelas tiga SD.
Secara keseluruhan buku ini tak kalah menarik dengan Laskar Pelangi, Andrea nampaknya masih ‘bermain’ dalam pola yang sama dengan buku pertamanya, beragam kisah yang pernah dialaminya ditulis dalam masin-masing bab dan dikumpulkan menjadi satu buku, mirip kumpulan cerpen namun memiliki benang merah yang kuat. Sang Pemimpi adalah sekuel dari Laskar Pelangi dan merupakan buku kedua dari apa yang disebutnya sebagai Tetralogi Laskar Pelangi. Seperti diungkap oleh penulisnya dalam lembar ucapan terimakasihnya, kini buku ketiga dan keempat sedang ditulisnya, dan Budaya orang Melayu dan Tionghoa pedalaman di Belitong lah yang akan menjadi platform untuk mendefiniskan tetralogi Laskar Pelangi
Dari segi penuturan, antara buku pertama dan kedua tak terlihat berbeda, Andrea tampaknya masih konsisten menyuguhkan kisah-kisah kehidupan yang memesona yang dirangkai dengan kalimat-kalimat yang menyihir pembacanya sehingga pembaca dibawa berkelana menerobos sudut-sudut kehidupan anak-anak kampung Melayu yang polos, sederhana namun memiliki kekuatan terhadap cinta, persahabatan, pengorbanan, dan tekad yang keras untuk mewujudkan mimpi mereka. Tiap-tiap kisah yang dituturkan baik yang penuh dengan kelucuan, keharuan, tragedi dll diungkap dengan teknik bercerita yang memukau, tak heran jika Nicole Horner dalam endorsmentnya mengatakan bahwa Andrea adalah seorang seniman kata-kata
Kehadiran Sang Pemimpi dalam ranah perbukuan tanah air masih dalam situasi yang sama ketika Laskar Pelangi diterbitkan, buku-buku fiksi yang beredar masih banyak yang bertutur mengenai kehidupan kaum urban dengan segala permasalahannya atau cerita-cerita remaja metropolitan yang tak lepas dari problem cintanya. Belum lagi kini pasar buku diramaikan dengan hadirnya karya-karya terjemahan yang menggugat dasar-dasar keyakinan umat tertentu.
Ditengah-tengah kondisi ini kembali Andrea menyuguhkan sebuah kisah yang lain. Sang Pemimpi hadir dengan kisah-kisah sederhana. Namun dari kesederhanaan inilah pembaca akan disadarkan bahwa kemiskinan dan berbagai hambatan yang membelit cita-cita seseorang bukanlah alasan untuk berhenti bermimpi. Selain itu Melalui rangkaian kisah-kisah dalam buku ini baik yang filosofis, menyentuh bahkan menggelikan akan terlihat secara jelas betapa dashyatnya tenaga mimpi dari tokoh-tokohnya sehingga membawa mereka untuk terus berjuang menaklukkan berbagai rintangan- yang mereka hadapi untuk mewujudkan mimpi mereka.
Novel kedua Andrea Hirata “Sang Pemimpi” ini bertutur bagaimana ketiga anak kampung Melayu di kawasan PN Timah Belitong menjalani hari-hari mereka bersama mimpi-mimpinya. Karena masih merupakan kelanjutan dari novel pertamanya Laskar Pelangi, Sang Pemimpi pun masih bertutur mengenai memoar kehidupan Ikal, dalam menapaki kehidupannya. Jika dalam Laskar Pelangi tokoh Ikal yang ketika SD hingga SMP ditemani oleh kesepuluh teman-temannya yang dinamai Laskar Pelangi, kini Ikal yang telah bersekolah di SMA ditemani oleh dua orang temannya Arai dan Jimbron.
Arai sebenarnya masih memiliki hubungan darah dengan Ikal, kedua orang tuanya meninggal dunia ketika ia masih kecil. Arai tak memiliki saudara kandung sehingga setelah kematian kedua orang tuanya Arai diasuh oleh kedua orang tua Ikal di kampungnya sehingga bagi Ikal, Arai adalah saudara sekaligus sahabat terbaik baginya, Arai memiliki pribadi yang terbuka dan cerdas. Sedangkan Jimbron adalah sosok rapuh, ia tak secerdas Ikal dan Arai, ia gagap dalam berbicara semenjak kematian ayahnya. Jimbron sangat terobsesi oleh kuda, padahal di kampungnya tak ada seekorpun kuda bisa ditemui, nantinya kisah Jimbron dan obsesinya ini menjadi bagian yang menarik dan lucu pada buku ini
Ikal, Arai dan Jimbron memiliki rasa kesetiakawanan yang tinggi, mereka bahu membahu mewujudkan mimpi mereka, saat itu PN Timah Belitong sedang dalam keadaan terancam kolaps, gelombang PHK besar-besaran membuat banyak anak-anak tidak bisa meneruskan sekolah mereka karena orang tuanya tak sanggup membiayai. Mereka yang masih ingin bersekolah harus bekerja. Demikian juga dengan ketiga pemimpi, begitu tamat SMP mereka ingin tetap melanjutkan sekolah mereka, karena di kampung mereka tak ada SMA, mereka harus merantau ke Magai, 30 kilometer jaraknya dari kampung mereka. Untuk itu mereka tinggal bersama-sama dalam sebuah los kontrakan, sedangkan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-harinya mereka bekerja mulai dari penyelam di padang golf, office boy di sebuah kantor pemerintah hingga akhirnya bekerja sebagai kuli ngambat, yang bertugas menunggu perahu nelayan tambat dan memikul tangkapan para nelayan itu ke pasar ikan. Menurut hirarki pekerjaan di Magai, kuli tambat adalah pekerjaan yang paling kasar yang hanya akan digeluti oleh mereka yang tekad ingin sekolahnya sekeras tembaga atau mereka yang benar-benar putus asa karena tidak memiliki pekerjaan lain. Hal ini membuktikan bahwa ketiga pemimpi ini memiliki hati yang sekeras tembaga untuk bisa bersekolah untuk mewujudkan mimpi mereka.
Kisah memoar kehidupan Ikal dan kedua sahabatnya dalam mewujudkan impian inilah yang tersaji dalam novel ini. Semua kisahnya tersaji dalam 18 bab yang tidak terlalu panjang, masing-masing memiliki kisahnya sendiri, namun ada juga beberapa bab yang sambung menyambung. Beberapa bab menyuguhkan cerita-cerita yang bersahaja seperti pada bab Baju Safari Ayahku yang mengisahkan bagaimana ayah Ikal yang tak banyak bicara namun begitu mencintai dirinya, hal ini terbukti ketika ayahnya harus mengayuh sepeda sejauh 30 km untuk mengambil rapor ikal dan Arai. Ketika hari yang ditentukan tiba ayah Ikal bahkan harus bangun pagi-pagi sekali untuk mempersiapkan dirinya, dikenakannya satu-satunya pakaian Safari empat saku kesayangannya yang telah disetrika dengan rapih, baginya hari itu adalah hari yang terpenting bagi hidupnya. Kesungguhan hati sang ayah dalam mengambil rapor Ikal dan Arai tak berbuah sia-sia karena mereka masing-masing menduduki rangking ketiga dan kelima. Kisah yang tersaji dalam bab ini sangatlah indah, secara piawai Andrea meramu kalimat-kalimatnya dengan indah sehingga pembaca akan merasakan bagaimana bangganya Ikal memiliki ayah yang begitu mencintainya.
Masih ada beberapa kisah lagi yang menggugah, namun ada juga beberapa kisah lucu yang membuat pembacanya tersenyum dan tertawa terbahak-bahak ketika membaca pengalaman-pengalaman lucu mereka, misalnya pada Bab Bioskop yang menceritakan kisah kenakalan Ikal dan kawan-kawannya ketika secara sembunyi-sembunyi masuk kedalaam gedung bioskop untuk menonton film-film murahan yang mengumbah syahwat. Tentu saja ini petualangan yang berbahaya karena menonton bioskop merupakan salah satu larangan paling keras dari Pak Mustar, guru mereka. Kisah yang lucu dan seru ini bersambung ke 2 bab berikutnya yaitu Action dan Spiderman. Khusus di Bab Spiderman pembaca akan dibuat tertawa karena obsesi Jimbron terhadap kuda melahirkan sebuah kisah yang lucu dengan ending yang membuat pembaca tertawakterbahak-bahak.
Selain itu, disela-sela kisah-kisah ketiga pemimpi yang terdapat dalam buku ini, pembaca juga akan disuguhi potret landskap pulau Belitong lengkap dengan kondisi sosialnya, salah satunya yaitu dengan mengungkap anak-anak melayu yang harus bekerja mendulang tembaga, mencari bongkah kaursa, topas dan gelena yang sesungguhnya adalah milik penduduk kampung Melayu namun semuanya itu harus mereka muat sendiri ke atas tongkang untuk menggendutkan perut para cukong di Jakarta. Selain itu Andrea pun dengan jiwa yang besar melakukan otokritik terhadap kaumnya, suku Melayu. Diwakili oleh tokoh pengusaha kaya di kampungnya Capo Lam Pet Nyo, Andrea mengkritik habis perilaku suku melayu yang ditulisnya sebagai orang yang manja karena bergantung pada keberadaan PN Timah, banyak teori, sok pintar walau baru sedikit ilmunya, sombong walau hanya memiliki sedikit harta, dll. Otokritiknya ini ditutup dengan kalimat lugas yang keluar dari mulut Capo Lam Pet Nyo “Kalau timah tak laku, kalian orang Melayu mati…”
Masih banyak peristiwa-peristiwa yang menarik yang dialami oleh Ikal dan kedua kawannya. Kesemua peristiwa yang mereka alami tak ubahnya seperti potongan-potongan mozaik, walau awalnya seperti terserak seakan berdiri sendiri, namun jika disatukan akan akan membentuk sebuah pemandangan yang indah yang dalam konteks buku ini akan menuju suatu bentuk wujud dari impian besar mereka. Sayang, ketika potongan mozaik yang menceritakan ketika Ikal telah memasuki bangku kuliah tidak tereskplorasi dengan baik., kalimat “Tak terasa aku telah menyelesaikan kuliahku” (hlm 250) seolah memberi alasan bagi Andrea untuk beralih ke kisah selanjutnya, atau mungkin mozaik ini akan muncul di buku berikutnya ? Semoga saja demikian. Buku ini diakhiri dengan kisah Ikal dan Arai kembali ke kampungnya sambil menanti keputusan dari kampus mereka apakah mereka diijinkan untuk melanjutkan riset ke luar negeri atau tidak. Berhasilkah Ikal, Arai dan Jimbron mewujudkan mimpi mereka untuk menjejakkan kaki mereka hingga ke Sorbrone – Perancis ? Jawabannya akan pembaca temui dalam bab-bab terakhir di buku ini.
Walau memiliki banyak hal yang menarik dalam buku ini, ada sedikit kejanggalan yang mungkin akan dirasakan oleh pembaca. Pada cover depan buku ini tertulis bahwa Sang Pemimpi adalah “Buku Kedua dari Tetralogi Laskar Pelangi” bukan tak mungkin pembaca Laskar Pelangi akan menyangka bahwa buku kedua Andrea ini masih menceritakan kehidupan tokoh Ikal bersama pasukan Laskar Pelanginya, sayangnya anggota Laskar Pelangi yang begitu kompak dan menemani masa-masa indah ikal sewaktu SD hingga SMP tak terceritakan lagi dalam Sang Pemimpi, dari 18 bab, hanya sekali Laskar Pelangi disinggung, itupun hanya sekilas saja, apakah memang dari kesepuluh anggota laskar pelangi tak ada satupun yang melanjutkan ke SMA Bukan Main di Magai ? Selain itu tokoh Arai yang dalam Sang Pemimpi diceritakan telah tinggal bersama Ikal sama sekali tak dimunculkan dalam Laskar Pelangi, padahal dalam novel ini dikisahkan bahwa Ikal dan Arai telah tinggal serumah layaknya kakak dan adik semenjak mereka kelas tiga SD.
Secara keseluruhan buku ini tak kalah menarik dengan Laskar Pelangi, Andrea nampaknya masih ‘bermain’ dalam pola yang sama dengan buku pertamanya, beragam kisah yang pernah dialaminya ditulis dalam masin-masing bab dan dikumpulkan menjadi satu buku, mirip kumpulan cerpen namun memiliki benang merah yang kuat. Sang Pemimpi adalah sekuel dari Laskar Pelangi dan merupakan buku kedua dari apa yang disebutnya sebagai Tetralogi Laskar Pelangi. Seperti diungkap oleh penulisnya dalam lembar ucapan terimakasihnya, kini buku ketiga dan keempat sedang ditulisnya, dan Budaya orang Melayu dan Tionghoa pedalaman di Belitong lah yang akan menjadi platform untuk mendefiniskan tetralogi Laskar Pelangi
Dari segi penuturan, antara buku pertama dan kedua tak terlihat berbeda, Andrea tampaknya masih konsisten menyuguhkan kisah-kisah kehidupan yang memesona yang dirangkai dengan kalimat-kalimat yang menyihir pembacanya sehingga pembaca dibawa berkelana menerobos sudut-sudut kehidupan anak-anak kampung Melayu yang polos, sederhana namun memiliki kekuatan terhadap cinta, persahabatan, pengorbanan, dan tekad yang keras untuk mewujudkan mimpi mereka. Tiap-tiap kisah yang dituturkan baik yang penuh dengan kelucuan, keharuan, tragedi dll diungkap dengan teknik bercerita yang memukau, tak heran jika Nicole Horner dalam endorsmentnya mengatakan bahwa Andrea adalah seorang seniman kata-kata
Kehadiran Sang Pemimpi dalam ranah perbukuan tanah air masih dalam situasi yang sama ketika Laskar Pelangi diterbitkan, buku-buku fiksi yang beredar masih banyak yang bertutur mengenai kehidupan kaum urban dengan segala permasalahannya atau cerita-cerita remaja metropolitan yang tak lepas dari problem cintanya. Belum lagi kini pasar buku diramaikan dengan hadirnya karya-karya terjemahan yang menggugat dasar-dasar keyakinan umat tertentu.
Ditengah-tengah kondisi ini kembali Andrea menyuguhkan sebuah kisah yang lain. Sang Pemimpi hadir dengan kisah-kisah sederhana. Namun dari kesederhanaan inilah pembaca akan disadarkan bahwa kemiskinan dan berbagai hambatan yang membelit cita-cita seseorang bukanlah alasan untuk berhenti bermimpi. Selain itu Melalui rangkaian kisah-kisah dalam buku ini baik yang filosofis, menyentuh bahkan menggelikan akan terlihat secara jelas betapa dashyatnya tenaga mimpi dari tokoh-tokohnya sehingga membawa mereka untuk terus berjuang menaklukkan berbagai rintangan- yang mereka hadapi untuk mewujudkan mimpi mereka.
BAB III
Daftar Pustaka
Farih ibnu
khozin,2010.Bulletin institusi.Kebumen : Man Kutowinangun
,2009.Bulletin Institusi.Kebumen : Man
kutowinangun
Al-Quran.
Al-Hadis
Novel Sang Pemimpi
Novel Laskar Pelangi
Buku PAI semester 2, 2011
Buku Sosiologi semester 2, 2011
0 komentar:
Posting Komentar